Sabtu, 03 Maret 2012

Jadi Anak Kecil

http://fc05.deviantart.net/fs70/i/2010/072/8/d/little_superman_by_davidmzuber.jpg

Saya masih ingat akan masa kecil saya. Sebuah masa di mana segala sesuatu adalah mungkin terjadi. Saya ingat waktu saya mengikatkan selimut di leher, saya menjadi seorang Superman. Waktu saya menaiki sapu yang saya pinjam dari ibu saya, saya menjadi seorang penyihir. Dan juga, saya ingat ketika saya memanjat pohon tanpa berpikir bahwa saya mungkin bisa terjatuh. Saya hanya mempunyai sebuah ide, lalu melakukanya. Itu saja. Saya berpikir bahwa waktu itu diri saya adalah seorang anak yang kreatif dan penuh percaya diri.

Ketika saya beranjak dewasa, keadaannya terasa sedikit berbeda. Sewaktu saya akan menempuh suatu ujian, timbul perasaan bahwa ujian yang saya hadapi akan begitu sulit dan saya tidak akan mampu mengerjakannya. Sewaktu saya memperoleh peluang yang menjanjikan untuk berprestasi, orang-orang mulai berkata tentang resiko, kemudian itu membuat saya merasa mereka benar dan saya harus menunda peluang ini. Sewaktu saya memikirkan tentang masa depan, sering kali saya berpikir itu hanyalah mimpi dan saya tidak akan pernah mencapainya. Saya percaya saya masih seorang yang kreatif, tapi dengan sedikit keraguan.

Sering kita melihat orang lain yang mempunyai ide yang sama dengan kita, menjadi seorang yang berhasil. Kemudian kita mulai bertanya bagaimana mungkin dia bisa melakukannya? Mengapa harus dia? Ada rasa sesal mengapa kita tidak mengambil peluang itu dulu. Apa yang membuat mereka berbeda dengan kita adalah karena aksi mereka membawa mimpi mereka menjadi kenyataan.

Kekhawatiran membuat kita tak berdaya. Sekali kita maju satu langkah, kekhawatiran siap datang dan membawa kita mundur dua langkah. Kekhawatiran inilah juga yang membuat kita merasa tertekan ketika masalah datang. Ketika dihadapkan dengan suatu peluang, rasa khawatir siap menghujani dengan berbagai pikiran kemungkinan terburuk tentang apa yang akan terjadi di depan sana. Akibatnya, pikiran kita pun menjadi tidak jernih dan ini seolah menutup segala “jalan” solusi yang bisa kita lakukan. Kekhawatiran akan membuat kita seperti memakai kacamata kuda dimana kita hanya akan mampu melihat satu pintu yang tertutup sementara kita tidak mampu melihat ke pintu-pintu lain yang terbuka lebar.

Kekhawatiran adalah seperti orang yang hendak mencapai suatu tempat melalui sebuah terowongan. Sebelum memasukinya, orang itu melihat ke arah ujung terowongan dan mengetahui bahwa tempat di ujung terowongan itu lah yang sedang dia tuju. Namun ketika baru beberapa langkah, perhatian orang itu bukan lagi ke tempat di ujung terowongan, tetapi terowongan itu sendiri. Dia pun berhenti melangkah dan melihat betapa gelap dan panjangnya terowongan itu.

Sering kali hidup kita juga seperti itu. Ketika masalah datang, kita akan merasa bisa mengatasinya. Namun ketika kita mulai mengambil aksi, timbullah keraguan. Pikiran-pikiran kita tak lagi terarah pada jalan keluar, tetapi justru kepada masalah itu sendiri. Bukannya selesai, kita malah semakin berputar-putar dan terpenjara dalam masalah kita.

Satu cara

Jika begini persoalannya, hanya ada satu jalan keluar. Itu adalah kembali pada “Sang Penguji Manusia”. Mungkin bagi orang zaman sekarang anggapan ini sudah dianggap sangat klasik, karena mereka pun juga selalu mendengar hal ini melalui rekannya yang juga mengalami permasalahan hidup sama dengannya. Namun percayalah, jika hal “klasik” ini bila benar-benar dihayati dan tidak dipandang sebatas slogan, ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan kita.

Suatu saat saya pernah mengalami depresi yang begitu hebat. Tugas-tugas yang menumpuk, serbuan deadline yang deras menghujani, dan “gesekan” dengan beberapa rekan mulai membuat badan saya kalah dan jatuh sakit. Beberapa teman menyarankan agar saya beristirahat dan melakukan wisata singkat untuk meringankan pikiran saya yang berat. Namun sialnya, tak ada satu pun dari cara itu yang benar-benar berhasil memulihkan kondisi pikiran saya.

Di dalam pikiran khawatir saya, akhirnya saya mencoba mendekat pada-Nya dengan perenungan dan doa-doa singkat. Dan memang ajaib, pikiran-pikiran saya mulai mengalir secara lambat, lembut, dan firman-firmanNya seolah mendinginkan isi kepala saya yang sebelumya bergerak cepat, mendidih dan hendak tumpah. Walaupun masalah saya sama sekali tidak berkurang, namun setidaknya beban pikiran saya mulai berkurang dan menjadi ringan. Ada perasaan lega dan sejuk di dalam dada. Satu-persatu pekerjaan terselesaikan secara cepat dan tepat, tanpa itu menjadi baban yang merantai diri saya.

Dari sejak itulah, saya tidak lagi memandang ringan “slogan” “kembali pada-Nya”, karena memang saya merasakan sendiri betapa kuasa Tuhan jauh lebih besar daripada problematika yang sebelumya kita anggap paling besar itu. Ingatlah kembali ketika kita masih anak kecil. Ingatlah kembali betapa mudahnya kita menjadi seorang Superman dan penyihir sapu terbang. Ingatlah kembali bagaimana ringannya kita memanjat sebuah pohon tanpa ada rasa takut sedikitpun. Ingatlah kembali bagaimana segala sesuatu adalah mungkin terjadi. Dan ingatlah selalu bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi mereka yang senantiasa hidup berserah kepada-Nya. Serahkan kuatirmu, dapatkan kelegaanmu, dan raih mimpimu! (ARSTKTK)




0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More