...berdasarkan kisah nyata yang aku alami sendiri...
“Gambar koyo ngene iki tok kok iso menang?” (Gambar kayak gini doang kok bisa menang?)
Itulah kalimat pertama yang muncul pas aku nyodorin posterku yang berhasil jadi juara di Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) pada teman bapak yang adalah pelukis. Ya, sebetulnya sih nggak hanya beliau aja yang ngomong kayak gitu, tapi temen-temenku (mereka yang gokil dan jujur dalam berpendapat. hehe) juga ngomong kayak gitu. Bayangin aja, cuma gambar tikus makan apel bergambar peta Indonesia doang, kok bisa ya jadi juara? Yah, siapa lagi kalau bukan karena Tuhan Yesus? J
Gambar tikus-apel itu sudah ada dalam kepalaku kira-kira tiga bulan sebelum lomba nasional dimulai. Persisnya, ketika guru seni rupaku, Pak Hadiyanto menyodorkan kata “korupsi” sebagai tema dalam lomba, langsung aja pikiranku terisi penuh dengan tikus, tikus, dan tikus! Ya, yang jelas aku seneng banget bisa jadi wakil SMAN 1 Salatiga ikut lomba seni. Jelas aja, waktu itu, temen-temenku udah pada ikutan olimpiade fisika, matematika dan sejenisnya, sedangkan aku lagi (selalu) sepi job. Maklum, kala itu nilai pelajaranku pas-pasan dan ngandalin banget piagamku lomba gambar biar bisa masuk SMAku itu. Hehe.
Pas aku tanya ke Pak Hadi soal level lomba poster yang bakalan aku ikutin, beliau jawabnya aku bakal LANGSUNG mewakili kota Salatiga (tanpa seleksi!) di lomba poster tingkat Jeteng barengan dengan cabang lomba seni lain. Dia juga ngomong kalo aku menang di tingkat provinsi, aku bakalan langsung ke nasional, coy! Waktu itu aku cuma bisa bilang makasih bangat sama Tuhan karena udah di beri peluang dengan bonus kemudahan gak perlu seleksi tingkat kota. Aku masih inget targetku waktu itu cuma sebates pengen dapet piagam provinsi (maklum sebelumnya perjuangan selalu kandas di tingkat kota). Dan untuk maju ke tingkat nasional, menurutku itu jelas mimpi di siang bolong!
Dalam bikin konsep gambar, aku dibantu Pak Hadi dan Pak Pramono R. Pramoejo, seorang kartunis senior Indonesia yang udah aku anggep guruku sendiri. Singkat cerita, akhirnya dipilih konsep gambar tikus raksasa makan apel bergambar peta Indonesia dengan format kertas landscape (mendatar), sebuah format kertas yang jarang dipakai dan bahkan dihindari oleh para pembuat poster pada umumnya. Aku inget, alesanku menggunakan format ini adalah karena itu unik dan aku pengen tampil berbeda dari karya-karya yang lain (dasar anak muda=..=).
Satu hal yang ingin aku tonjolin dalam posterku itu adalah kesederhanaan. Sama Pak Pramono, aku diajarin bahwa inti dari sebuah poster itu adalah tentang gimana sebuah poster bisa ditangkep pesennya secara tajem, jelas, dan cepet. Kalok kayak gitu intinya, syarat kesederhanaan dalam sebuah poster adalah hal penting biar hal-hal tadi bisa tercapai. Nah, itulah dasar mengapa aku cuma gambar tikus dan apelnya doang.
Tikus raksasa menggambarkan korupsi yang masih menggerogoti negeri ini. Lalu apel bergambar peta Indonesia menggambarkan negeri ini yang sedang digerogoti korupsi. Aku sengaja gambar ukuran tikus jauh lebih besar dari ukuran apel untuk menggambarkan gedenya kasus korupsi yang melanda negeri ini, yang kalok terus dibiarin bakal bikin negeri ini habis tak tersisa (bahasanya keren banget!).
“Selamatkan Indonesia dari Korupsi!!!” akhirnya jadi kata pilihanku semata-mata untuk mempertajam makna yang terkandung dalam posterku. Untuk ngasih kesan “tegas” aku pakai salah satu jenis huruf yang ada di lepy reotku yaitu Stencil, semacem gaya tulisan yang dalam film yang pernah kutonton, sering digunakan dalam dunia militer untuk ngasih keterangan di kotak persenjataan dan peringatan batas wilayah. Warna tikus yang hitam, kontras dengan warna merah menyala sebagai background utamanya dibuat untuk mendukung kesan garang dan tegas dari poster ini. Jadi secara tegas aku pengen ngasih pesen bagi penikmat poster ini buat segera dan saat ini juga memerangi korupsi yang bila terus-terusan ditunda atau bahkan dibiarkan penanggulangannya bakal (pasti) bikin negeri ini ludes tak tersisa!!! Hahaha!!! (tawa jahat)
Bermodal konsep kayak gini dan kuas plus cat pinjeman dari Pak Pramono, akhirnya dengan mantap aku ikut seleksi lomba poster tingkat Jawa Tengah di LPMP Semarang. Di lomba yang berlangsung selama 5 jam itu, banyak yang membuat aku beda dari peserta lain. Aku adalah satu-satunya peserta dengan peralatan paling minim (udah minim, pinjem lagi =..=), aku adalah satu-satunya peserta yang milih landscape jadi format kertas, dan aku juga adalah satu-satunya peserta yang nggak istirahat untuk makan dan minum saat menggambar dalam kertas berukuran kira-kira 60 X 50 cm untuk waktu 5 jam!
Kebetulan waktu itu (waktu lomba) pas hari Jumat dan lombanya kepotong sama jam buat sholat Jumat. Peserta yang mau jumatan diperbolehkan meninggalkan lomba posternya sementara yang nggak sholat boleh makan-minum ato apa kek. Berhubung aku Kristen, aku kan nggak ikut jumatan, tapi aku juga nggak ikutan makan-minum, lanjuut aja ngerjain posternya (biar nanti bisa dapet perpanjangan waktu kayak peserta lain.hehe). Emang dasar lemot, udah dapet perpanjangan waktu, ee masih aja aku jadi peserta terakhir yang selesai. Tapi untung Tuhan sempat memuaskan “dahaga”ku. Ternyata yang jadi peserta terakhir itu ada 2 orang. Aku sama seorang peserta cewek yang cakep banget. Emang dasar nasib, kondisi waktu itu bener-bener sepi, dan panitianya sebelum pergi cuma bilang “nanti posternya taroh kantor ya”. Kebetulan kami bisa nyelesaiin poster bareng (aku yang nyama-nyamain waktunya biar bareng.hehe), terus kami kenalan lalu bersihin kuas bareng di keran deket taman (mengambil kesempatan dalam kesempitan).
Balik lagi ke topik utama, awalnya aku sempet pesimis bisa menang di lomba seleksi ini. Kepesimisanku bertambah waktu aku sadar gak ada ada orang yang tertarik lihat posterku, karena mereka lebih memilih untuk melihat poster karya peserta lain yang (jujur) menurutku lebih bagus, rapi, dan rumit. Tapi lomba adalah lomba, dan hanya juri (dan Tuhan tentunya) bukan penonton yang menentukan hasilnya. Aku mencoba untuk berpegang teguh pada konsep kesederhanaanku.
Pas lagi galau-galaunya bakalan menang apa enggak, temenku peserta lain (kalo gak salah dari Ungaran), tiba-tiba nyamperin. Aku kaget setengah gak percaya waktu dia bilang dia ngintip proses penjurian dan melihat poster buatanku ada di posisi pertama! Merasa gak begitu percaya, waktu pengumuman lomba, aku cuma pakai kaos, celana pendek plus sandal jepit. Ee.., ternyata Puji Tuhan, usaha dan kepesimisanku selama ini akhirnya terbayar setelah aku akhirnya berhasil memenangkan seleksi FLS2N tingkat Jawa Tengah itu! Bayangin aja seorang remaja berkaus dan celana pendek plus sandalan maju ke podium utama di gedung LPMP yang menurutku udah kaya gedung DPR itu. Aneh bin malu-maluin, kan? Biarin, yang penting menang. Hehe. Waktu inget kalo aku masih bakalan mewakili Jawa Tengah dalam Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional di Surabaya, aku cuma bisa tutup mata dan mengucap syukur pada Tuhan Yesus! :D
Untuk mempersiapkan diri, aku terus dilatih teknik menggambar oleh Pak Furqon Amin (juga guru seni rupa di SMAku) di sekolah. Penempaan diri tidak hanya kandas di sekolah, tapi juga di luar sekolah. Aku tambah sering dateng ke rumah Pak Pramono untuk meminta saran atas poster yang sudah dan akan aku buat. Akhirnya, aku memilih untuk menggunakan konsep tikus (lagi) untuk aku gunakan dalam lomba tingkat nasional. Tapi kali ini bukan tikus makan apel tapi tikus besar yang lagi diketapel oleh penegak hukum yang digambarkan sangat kecil. Konsep ini mengandung arti bahwa kinerja penegak hukum masih kurang garang daripada kasus korupsi yang ditanganinya. Selain konsep gambar, hal lain yang aku rombak adalah amunisi, aku memutuskan untuk beli kuas dan cat yang harganya agak ehem.., dengan menggunakan uang yang diberikan oleh sekolah, hehe. Aku berharap dengan persenjataan ini, aku bisa menghasilkan gambar yang lebih baik dari sebelumnya (ya minim bisa punya kuas berkualitas kalo gak menang lomba tingkat nasional laahh, hehe).
Empat hari sebelum berangkat ke Surabaya, aku sama temen-temen dari cabang lomba seni lain, di karantina di LPMP Semarang. Di sana kami mendapat semacam pengarahan dan bimbingan motivasi agar kami yakin dengan diri kami sendri bahwa kami bisa memberikan yang terbaik. Di sana, kami juga berlatih menekuni dan mempersiapkan cabang lomba masing-masing. Ada yang sama guru pendamping, ada juga yang belajar sendirian (kayak aku). Tapi anehnya, semakin aku berlatih, bukan rasa puas yang muncul, melainkan keraguan atas konsep baru tikusku. Aku mikir kalok konsep lama tikusku jauh lebih “mengena”. Setelah mengalami keraguan yang cukup lama, akhirnya dengan berani aku memutuskan untuk kembali pada konsep pertamaku yaitu tikus makan apel.
Di Surabaya, kami bertemu dengan seluruh perwakilan dari 33 privinsi di Indonesia. Aku ngerasa ada suatu kebanggaan tersendiri bisa ketemu dan bahkan berlomba dengan mereka yang terbaik dari setiap daerahnya. Perna juga aku iseng tanya sama Tuhan: Tuhan, mengapa Engkau membawaku hingga ke tempat ini? Mengapa engkau membawaku hingga saat ini? Apa ada tujuan di balik semuanya ini, Tuhan?
Acara di hari pertama adalah upacara pembukaan FLS2N oleh gubernur Jawa Timur, Pak Soekarwo. Acara pembukaan berlangsung sangat megah dan meriah. Penampilan yang disajikan pun sungguh memukau. Jajaran artis hingga kaum difabel bergantian menampilkan talentanya di atas panggung indoor yang megah. Kemudian, setelah bersenang-senang di hari pertama, acara kedua adalah technical meeting oleh juri dari setiap cabang lomba. Pada saat pengarahan, sungguh di luar dugaan, juri dengan tegas mengatakan akan menolak poster yang akan digambar di kertas berformat landscape!
Mungkin bagi peserta lain ini bukan masalah karena mereka sudah berlatih dengan format portrait, tapi bagiku yang berlatih dengan format landscape? Ini bencana! Aku ragu apakah aku bisa segera mengubah posterku dalam waktu satu malam mengingat waktu itu jam udah menunjukkan pukul 8 malam dan lomba akan dilaksanakan esok paginya! Saat itu juga aku tanya sama Tuhan: “Tuhan, mengapa harus seperti ini? Mengapa masih ada jurang menganga ketika perlombaan ada di depan mata? Apa maksud-Mu dengan ini?” Di dalam kekhawatiran, tiba-tiba aku kembali inget sama Tuhan Yesus yang udah bawa aku ke tempat ini. Aku inget Dia pernah bilang: “Janganlah kuatir akan hidupmu…”. Lalu, entah mengapa (nggak kaya biasanya) aku jadi nggak khawatir lagi, dan percaya bahwa “jalan” itu ada dan disediakan buat aku.
Tanpa pikir panjang, dengan segera aku menemui Pak Furqon untuk mendiskusikan masalah ini. Beliau mencoba menenangkan saya, dan kemudian saya di latih beliau di Masjid terdekat. Bayangin aja ada orang malem-malem bawa alat-alat gambar lengkap ke masjid. Aneh banget! Hahaha! Setelah tiga jam meminta pengarahan kilat, akhirnya aku berhasil menemukan konsep baru posterku, gambar tikus dan apelnya dalam format landscape. Masalahnya satu hal, karena konsep kertasnya berubah, aku jadi masih agak kaku gambarnya. Waktu di latih Pak Furqon, widih.., banyak banget itu yang namanya serpihan penghapus. Hapus sana, hapus sini. Baru tarik garis aja udah salah. Hapus lagi… Pak Furqon memintaku untuk beristirahat mempersiapkan kondisi fisik dan mental mengingat jam udah nunjukin pukul 23.00. Pas aku tanya kok Pak Furqon gak ikutan balik, beliau jawab kalo beliau mau sholat 1 malam (tahajud ato apa ya namanya?) biar aku pas lomba di beri kekuatan!
Bayangin aja gimana perasaan kalian ketika guru kalian sendiri langsung turun tangan secara total mendukung kita dari persiapan lahiriah sampai batiniah kayak gitu. Bakal salut banget kan? Aku jadi ngerasa nggak enak sama Pak Furqon yang selama ini aku nganggep dia sebagai guru yang (sori) agak freak, ternyata sebenernya punya sifat bersahaja. Setelah kembali ke kamar, hal pertama yang aku lakuin bukan tidur tapi latihan. Waktu itu, kami yang laki-laki disendiriin jadi satu kamar, dan yang cewek juga. Aku inget yang lain udah pada tidur semua sementara aku baru pulang dari latihan, dan masih akan nglanjutin latihan. Aku ulangin lagi gambar-gambar hasil ajaran Pak Furqon tadi. Tapi rasanya tetap sama, sulitnya minta ampun! Dikit-dikit salah. Dikit-dikit salah. Di dalam pergumulanku yang seperti itu, tiba-tiba ada sms masuk. Ternyata dari bapak. Bunyi smsnya kurang lebih kayak gini:
“Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuannya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.”-Kolose 3:17-
“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”-Kolose 3:23-
SMS itu seakan jadi kekuatan baru buat aku. Jadi semangat, optimis tapi tetap berserah sama Tuhan. Kekhawatiran akan konsep gambarku seakan lenyap, dan yang ada hanyalah satu kata, PERCAYA. Yah.. dini hari, 16 Juni 2010 , ketika aku akhirnya bisa tidur nyenyak di Surabaya.
Esok harinya ketika lomba, aku heran mengapa dengan sekali gores aku bisa menciptakan konsep gambar yang baru berumur sembilan jam itu. Padahal waktu latihan terakhir, masih banyak goresan salah yang aku buat dan banyak penghapusan kesalahan di sana-sini. Waktu 5 jam yang di sediakan panitia terasa berjalan seperti hanya 15 menit. Begitu cepatnya sehingga sampe aku nggak sadar kalok aku kembali jadi peserta terakhir yang menyelesaikan lomba ini (dasar lemot)! Yah berhubung aku satu-satunya yang masih tersisa di menit-menit terakhir lomba, aku jadi bahan tontonan orang banyak. Mulai dari peserta dari daerah lain, orang yang cuma lewat, sampai penjual siomay pun meninggalkan grobak siomaynya. Ada juga fotografer yang selalu membidikkan lensa putihnya yang gede ke arahku. Bikin tambah grogi coy! Hahaha! Tapi ada satu yang gak pernah melihat dan bahkan melirik ke posterku, dia adalah dewan juri. Padahal juri keliatan asyik keliling-keliling ngelihat karya poster dari daerah lain sedangkan aku beberapa kali cuma dilewati begitu aja. Waduh! Apa ada sesuatu yang salah?
Kegiatan di hari keempat bagi lomba poster adalah acara evaluasi karya oleh juri. Pada acara yang digelar di salah satu SMA di Surabaya itu, juri menyodorkan beberapa poster hasil karya para peserta hari sebelumnya dan memberikan beberapa masukan dan kritik yang membangun. Dan ketika sampai pada saat juri mengangkat poster karyaku, anehnya juri nggak mengatakan kritik apapun terhadap karyaku itu! Suasana ruangan yang berisi 33 peserta dan 3 dewan juri tiba-tiba menjadi hening. Pikiranku menjadi kacau dan memikirkan seolah-olah karyaku tadi udah terlalu “ancur” untuk sebuah karya seni yang dinamakan poster. Keraguanku semakin kuat mengingat (sekali lagi) posterku adalah yang paling simpel dibanding 32 poster dari provinsi lain. Apakah juri akan memilih “simpel” yang cuma satu ini dibandingkan 32 karya hebat lain? Apa mungkin “simpel” yang menjadi kukuatanku selama ini tak berlaku di lomba tingkat nasional?
Esok harinya adalah saat-saat paling mendebarkan dalam hidup. Dua kata yang kalau jujur dan tanpa gengsi berarti segalannya, menang dan kalah. Namun sekali lagi, Tuhan bukan pembantu yang bisa dengan mudahnya disuruh-suruh untuk nurutin kehendak kita. Yang kita lakukan “hanya” berserah kepadaNya. Persis ketika aku nunggu pengumuman hasil lomba poster tingkat nasional. Awalnya aku merasa kecil di antara “yang terbaik” dari masing-masing daerah. Siapa aku di sini? Itu pertanyaan yang selalu terngiang di otakku. Target tertinggiku yang mungkin bisa aku raih adalah juara 3 lomba poster tingkat nasional. Sebuah lelucon konyol yang jelas hanya bikin ketawa.
Namun sekarang, aku merasa benar-benar ini adalah “waktuku”. Ini adalah waktuku untuk menunjukkan bahwa aku punya Tuhan yang luar biasa hebat bernama Yesus. Bukan juara 2 atau 3, tapi juara 1. Pikiranku kembali membayangkan seakan seluruh teman-teman sekolahku, orang tuaku, teman gerejaku, tetangga-tetanggaku, dan seluruh dunia sekarang sedang berteriak menyemangatiku. Tak ingin aku mengecewakan mereka. Oke, jujur, aku pun mencurahkan seluruh isi hati waktu itu dengan bernyanyi pelan di antara kegilaan mereka yang sedang menantikan medali emas.
Terkadang kita merasa
Tak ada jalan terbuka
Tak ada lagi waktu
Terlambat sudah
Tak ada jalan terbuka
Tak ada lagi waktu
Terlambat sudah
Juara 3 Lomba Poster tingkat Nasional dipanggil, itu bukan aku! Dalam hati aku berterimakasih pada Tuhan karena aku yakin Dia akan memberikan yang lebih baik dari juara 3! Dengan yakin kulanjutkan nyanyiku.
Tuhan tak pernah berdusta
Dia slalu pegang janjiNya
Bagi orang percaya
Mukjizat nyata
Dia slalu pegang janjiNya
Bagi orang percaya
Mukjizat nyata
Juara ke-2 dipanggil, itu bukan aku! Kali ini aku yakin sama Tuhan, Dia punya rencana di depan sana! Temen-temenku sekontingen pada numpangin tangan di kepala dan pundakku dan itu membuatku merasa nggak sendirian. Aku nglanjutin nyanyi dengan suaraku yang semakin berat nahan air mata sementara gegap gempita orang-orang terdengar semakin keras.
Dia mengerti
Dia perduli
Persoalan yang sedang terjadi
Dia mengerti
Dia perduli
Persoalan yang kita alami
Dia perduli
Persoalan yang sedang terjadi
Dia mengerti
Dia perduli
Persoalan yang kita alami
Tumpangan tangan temen-temenku terasa semakin menekan sementara aku masih tertunduk dan menyanyi. Detik itu juga 100% aku percaya aku bakalan menang jadi juara 1!
Namun satu yang Dia minta
Agar kita percaya sampai mukjizat
Menjadi …
“Dan juara 1 Lomba Poster Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional 2010 adalah…
Nyata…
DANANG ADI WIRATAMA dari SMA N 1 Salatiga, Jawa Tengah!!!
Temen-temenku sekontingen udah kayak jadi “gila” waktu namaku dipanggil. Mereka mulai merangkul, memukul, dan mengacak-acak rambut ikalku. Sungguh kontras dengan sikapku yang hanya dari tadi tertunduk. Air mataku yang sepertinya nggak terbendung, dengan sekuat tenaga aku tahan. Maklum, belum pernah seumur hidup nangis waktu lomba,coy! Mencoba melangkah maju ke atas podium utama dengan kaki gemetar dan mata merah, akhirnya mimpiku dari kecil untuk mendapat medali emas kini tercapai, karena Tuhan Yesus…
Salatiga, 24 Desember 2011
3 komentar:
Sip 2 :D, Ane juga dari Tuhan Yesus http://www.pisangkroak.blogspot.com/2011/10/sebuah-usaha-tanpa-sia-sia.html
keren gan. tulisan motivasional :D
Kisah masa lalu yang jadi kekuatanku selama ini coy! :D
Posting Komentar